Gambaran Umum Desa Drajat

Desa Drajat adalah salah satu desa di kota Lamongan, tepatnya di kecamatan Paciran kabupaten Lamongan. Desa ini merupakan wilayah yang padat penduduk. Pada masa kehidupan Raden Qosim, mata pencaharian masyarakat Desa Drajat adalah bercocok tanam. Saat ini, mayoritas masyarakat bekerja sebagai pedagang, petani, dan nelayan. Berikut ini adalah gambaran rinci mengenai Desa Drajat berdasarkan data monografi desa Drajat, kecamatan Paciran, Lamongan.

Desa Drajat merupakan salah satu dari 17 desa yang terletak di wilayah administrasi kecamatan Paciran, kabupaten Lamongan, provinsi Jawa Timur. Desa ini terletak di dataran rendah dengan koordinat antara 6,8772 dan memiliki luas 60,805 Ha/M2. Wilayah sebelah utara dan timur berbatasan dengan Desa Banjarwati, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Dagan, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Kranji. Secara geografis, Desa Drajat terletak di antara Desa Banjarwati dan Desa Kranji. Desa Drajat memiliki luas dataran dan perbukitan 54 Ha yang terdiri dari dataran seluas 40 Ha dan perbukitan seluas 21 Ha. Pusat pemerintahan Desa Drajat terletak di RT 01 RW 03.

Desa Drajat terdiri dari 1 dusun dan 10 RT. Secara administrasi, desa ini terkumpul menjadi satu tanpa adanya perdukuhan. Jumlah luas keseluruhan tanah Desa Drajat adalah 18.960 Ha, dengan rincian sebagai berikut: sekolah (madrasah) 0,5 Ha, pertanian 12 Ha, dan jalan 2 Ha. Keadaan tanah di dataran tinggi terdiri dari pemukiman, persawahan, ladang, dan pekarangan. Pengairan sawah di Desa Drajat cukup baik, yang mendukung kesuburan dan penghasilan para petani.

Berdasarkan data monografi 2017, curah hujan di Desa Drajat mencapai 150 mm/tahun, sementara tanah kering mencapai 40%. Penduduk Desa Drajat berjumlah 3.540 jiwa, terdiri dari 1.920 laki-laki dan 1.620 perempuan, dengan total kepala keluarga sebanyak 558.

Dalam aspek agama, 99% penduduknya beragama Islam, dengan jumlah pemeluk agama Islam mencapai 3.539 orang, sedangkan 1% beragama Katolik. Raden Qosim menyebarkan ajaran Islam di daerah Lamongan dan memimpin wilayah perdikan selama 36 tahun. Oleh karena itu, hingga saat ini, ajaran Islam yang dibawa Sunan Drajat memiliki dampak yang baik bagi masyarakat Desa Drajat.

Pembinaan kerukunan umat beragama sangat diperhatikan. Secara umum, adat istiadat umat beragama yang hidup dan berkembang di Desa Drajat berjalan dengan baik. Masyarakat hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati, sehingga ketentraman dan ketertiban di Desa Drajat terjaga dengan baik dan aman.

Desa Drajat merupakan desa padat penduduk yang termasuk daerah pinggiran (pesisir). Kepala desa Drajat mengatakan bahwa mayoritas masyarakat Drajat tergolong sejahtera dan berkecukupan secara ekonomi. Adanya tunakarsa (peminta-minta) di kawasan makam Drajat tidak berarti bahwa mereka hidup dalam garis kemiskinan, karena terlihat dari rumah yang mereka tempati dan kehidupan sehari-hari mereka yang cukup.

Dalam hal beribadah, seperti sholat lima waktu, sholat Jumat, dan sholat pada hari raya, sarana beribadah di Desa Drajat tersedia dengan baik. Jumlah sarana beribadah di desa ini adalah 1 masjid dan 6 musholla.

Sejarah Singkat Makam Sunan Drajat

Sunan Drajat adalah julukan dari Raden Qosim, putra kedua pasangan Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) dengan Nyi Ageng Manila (putri Adipati Tuban Arya Teja). Nama lain Sunan Drajat adalah Syarifuddin atau Masih Ma’unat. Pada awalnya, Sunan Drajat membantu perjuangan Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu dalam menyebarkan syiar Islam di daerah pesisir utara Lamongan.

Pada tahun 1440, seorang pelaut muslim asal Banjar mengalami musibah di pesisir pantai, kapal yang ia tumpangi pecah dan terbentur karang laut. Alhasil, pelaut Banjar terdampar di tepian pantai Jelaq dan ditolong oleh Mbah Mayang Madu, penguasa desa saat itu. Melihat kondisi masyarakat Jelaq yang memprihatinkan, pelaut Banjar tergerak hatinya untuk mengajarkan dan menegakkan agama Islam. Ia mulai berdakwah dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat Jelaq. Seiring berjalannya waktu, dakwah yang dilakukannya berhasil, dengan Mbah Mayang Madu turut masuk Islam.

Suatu ketika, Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu ingin mendirikan tempat pengajaran dan pendidikan agama Islam. Namun, karena kurangnya tenaga pengajar dan ahli dalam bidang agama, mereka pergi menghadap Sunan Ampel di Ampeldenta Surabaya. Sunan Ampel kemudian mengutus putranya, Raden Qosim, untuk membantu perjuangan dakwah mereka.

Raden Qosim mendirikan pondok pesantren di suatu petak tanah yang kini dikenal dengan Pondok Pesantren Putri Sunan Drajat. Ia berkata bahwa barang siapa yang mau belajar ilmu agama di tempat ini, semoga Allah menjadikan mereka memiliki derajat yang luhur. Karena itu, banyak pencari ilmu yang berbondong-bondong menimba ilmu di tempat ini. Sebelum Raden Qosim menempati Desa Drajat, ia menjadikan daerah Jelag sebagai pusat penyebaran agama Islam pertama kali. Di Jelag inilah Raden Qosim mendirikan langgar yang digunakan sebagai sarana mengkaji ilmu-ilmu agama. Tanah ini terletak di dukuh Banjar Anyar, Desa Banjar Wati, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.

Menurut cerita, asal mula Desa Drajat adalah tanah perdikan, yakni sebuah tanah yang tidak dipungut pajak oleh pemerintah Majapahit. Tanah perdikan ini dikuasakan kepada Raden Qosim oleh Sultan Demak I (Raden Fatah). Desa Drajat merupakan salah satu peninggalan Raden Qosim, dan nama desa ini mempunyai sejarah yang unik, diambil dari kedrajadan Raden Qosim.

Menurut kepala Desa Drajat, nama "Drajat" diambil dari tempat tinggal terakhir Raden Qosim, yang berada di atas bukit dan menjadi pusat dakwahnya. Dari sini, masyarakat memberikan istilah “KA DRAJAT” atau kederajadan Raden Qosim yang bertempat tinggal di bukit (di dataran tinggi), dan sampai saat ini masyarakat menyebutnya Desa Drajat.